Minggu, 05 Agustus 2012

PENDEKATAN ANTROPOLOGIS

BAB II
PEMBAHASAN
PENDEKATAN ANTROPOLOGIS


Antropologi dalam KBBI didefinisikan sebagai sebuah ilmu tentang manusia, khususnya tentang asal-usul, aneka warna, bentuk fisik, adat istiadat dan kepercayaannya pada masa lampau. Antropologi sebagai sebuah ilmu kemanusiaan sangat berguna untuk memberikan ruang studi yang lebih elegan dan luas. Sehingga nilai-nilai dan pesan keagamaan bisa disampaikan pada masyarakat yang heterogen.

Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktek keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama nampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabanya. Dengan kata lain bahwacara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama.

Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Dawan Rahardjo, lebih mengutamakanpengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif . Pendekatan antropologis yang induktif dan graunded, yaitu turun kelapangan tanpa bepijak pada teori-teori formal yang pada dasarnya sanggat abstrak. Sejalan dengan pendekatan tersebut, maka dalam berbagai penelitian antropologi agama dapat ditemukan adanya hubungan positif antara kepercayaan agama dan kondisi ekonomi dan politik. Golongan masyarakat yang kurang mampu dan golongan miskin pada umumnya, lebih tertarik pada gerakan-gerakan keagamaan yang bersifat messianis, yang menjanjikan perubahan tatanan sosial kemasyarakatan. Sedangkan golongan orang kaya lebih cenderung untuk mempertahankan tatanan masyarakat yang sudah mapan secara ekonomi lantaran tatanan itu menguntungkan pihaknya.

Karl marx (1818-1883) sebagai contoh melihat agama sebagai opium atau candu masyarakat tentu sehingga mendorongnya untuk memperkenalkan teori konflik atau yang bisa disebut dengan teori pertentangan kelas. Menurutnya, agama bisa disalah fungsikan oleh kalangan tertentu untuk melestarikan status quo peran tokoh tokoh agama yang mendukung sistem kapitalisme di Eropa yang beragama kristen. Lain halnya dengan Max Weber(1964-1920). Dia melihat adanya korelasi positif antara ajaran protestan dengan munculnya semangat kapitalisme modern. etika protestan dilihatnya sebagai cikal bakal etos kerja masyarakat industri modern yang kapitalistik .

 Cara pandang Weber ini kemudian diteruskan oleh Robert N. Bellah dalam karyanya the religion of tokugawa. Dia juga melihat adanya korelasi positif antara ajaran agama bhuda dan sinto pada era pemerintahan meiji dengan semangat etos kerja orang jepang modern. Seorang yahudi kelahiran paris, Maxime Rodinson dalam bukunya Islam and Capitalism menganggap bahwa ekonomi islam itu lebih dekat kepada sistem kapitalisme, atau sekurang-kurangya tidak mengharamkan prinsip-prinsip dasar kapitalisme.

Melihat pendekatan antropologis di atas, kita melihat bahwa agama ternyata berkorelasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Dalam hubungan ini, maka jika kita inggin mengubah pandangan dan sikap etos kerja seseorang, maka dapat dilakukan dengan cara mengubah dengan pandangan keagamaannya. Selanjutnya melalui pendekatan antropologis ini, kita dapat melihat agama dalam hubungannya dengan mekanisme pengorganisasian (social organization) juga tidak kalah menarik untuk diketahui oleh para peneliti social keagamaan.

Selanjutnya melalui pendekatan antropologis ini juga dapat ditemukan keterkaitan agama dengan psikoterapi. Sigmund Freud (1856-1939) pernah mengaitkan agama dengan Oedipus komplek, yakni pengalaman infantil seorang anak yang tidak berdaya dihadapan kekuatan dan kekuasaan bapaknya. Agama dinilainya sebagai neurosis. Dalam psikonalisanya, dia mengungkapkan hubungan antara Id, Ego dan Superego. Meskipun hasil penelitian Freud berakhir dengan kurang simpatiterhadap realita keberagamaan manusia, tetapi temuanya ini cukup memberi peringatan terhadap beberapa kasus keberagamaan tertentu yang lebih terkait dengan patologi sosial maupun kejiwaan. Jika Freud oleh beberapa kalangan dilihat terlalu minor melihat fenomena keberagamaan manusia, lain halnya dengan psikonalisa yang dikemukakan C.G. Jung. Jung mengemukakan hasil temuan psikonalisanya yang berbalik arah dari apa yang ditemukan oleh Freud. Mennurutnya, ada korelasi yang sanggat positif antara agama dan kesehatan mental.

Pendekatan antropologis seperti itu diperlukan adanya, sebab banyak bebagai hal yang dibicarakan agama hanya bisa dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan antropologis. Dalam al-Qur`an al-karim, sebagai sumber utamaajaran islam misalnya kita memperoleh informasi tentang kapal nabi Nuh itu, dan dimana kira-kira gua itu dan bagaimana pula bisa terjadi hal yang menakjubkan itu, ataukah hal yang demikian merupakan kisah fiktif, dan tentu masih banyak lagi contoh lain yang hanya dapat dijelaskan dengan bantuan ahli geografi dan arkeologi. Dengan demikian pendekatan antropologi sangat dibutuhkan dalam nemahami ajaran agama, karena dalam ajaran agam tersebut terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan lewat bantuan ilmu antropologi dengan cabang-cabangya .

Secara garis besar kajian agama dalam antropologi dapat dikategorikan ke dalam empat kerangka teoritis; intellectualist, structuralist, functionalist dan symbolist.

Tradisi kajian agama dalam antropologi diawali dengan mengkaji agama dari sudut pandang intelektualisme yang mencoba untuk melihat definisi agama dalam setiap masyarakat dan kemudian melihat perkembangan (religious development) dalam satu masyarakat. Termasuk dalam tradisi adalah misalnya E.B. Taylor yang berupaya untuk mendefinisikan agama sebagai kepercayaan terhadap adanya kekuatan supranatural. Namun, dampak dari pendekatan seperti ini bisa mengarah pada penyamaan sikap keberagamaan.

Ketiga pendekatan setelahnya; teori strukturalis, fungsionalis dan simbolis dipopulerkan Emile Durkheim, dalam magnum opusnya The Elementary Forms of the Religious Life, telah mengilhami banyak orang dalam melihat agama dari sisi yang sangat sederhana sekaligus menggabungkannya secara struktur.
Obyek studi antropogis terhadap agama ini adalah model-model keagamaan misalnya mite, upacara, totem, dan lain-lain. Menurut Anthoni Jackson obyek ini ada 4 kelompok :

1.    Modus pemikiran primitif meliputi masalah kepercayaan, rasionalitas dan klasifikasi sistemnya, semacam soal totem.

2.    Bagaimana pemikiran dan perasaan dikomunikasikan, seperti melalui simbol dan mite.

3.    Teori dan praktik keagamaan yang biasanya topik sentralnya adalah ritus.

4.    Praktik ritual sampingan seperti soal magik, ekstase dan orakel.

Obyek studi antropogis terhadap agama ini adalah model-model keagamaan misalnya mite, upacara, totem, dan lain-lain. Menurut Anthoni Jackson obyek ini ada 4 kelompok :

1.    Modus pemikiran primitif meliputi masalah kepercayaan, rasionalitas dan
klasifikasi sistemnya, semacam soal totem.

2.    Bagaimana pemikiran dan perasaan dikomunikasikan, seperti melalui simbol dan mite.

3.    Teori dan praktik keagamaan yang biasanya topik sentralnya adalah ritus.

4.    Praktik ritual sampingan seperti soal magik, ekstase dan orakel.

Monograf atau penggambaran model keagamaan masyarakat sederhana yang menjadi obyek pendekatan antropologis, adapula yang menggunakan model lain atau aliran-aliran dalam antropologi agama, diantaranya :
1.    Aliran Fungsional

Tokoh aliran fungsional diantaranya adalah Brosnilaw Kacper Malinowski (1884-1942). Malinowski berkeyakinan bahwa manusia primitif mempunyai akal yang rasional, walaupun sepintas lalu mungkin segi-segi kebudayaan mereka kelihatannya tidak rasional. Baginya tujuan dari penelitiannya yakni meraba titik pandang pemikiran masyarakat sederhana dan hubungannya dengan kehidupan, serta menyatakan pandangan mereka tentang dunia.

2.    Aliran Historis

Tokoh aliran antropologi histori ini adalah E.E. Evans Pritchard (1902-1973). Ciri-ciri antropologi historisnya adalah :

a.    Seperti halnya sejarah, berusaha mengerti, memahami ciri terpenting sesuatu kebudayaan, dan seterusnya menerjemahkannya ke dalam kata-kata atau istilah-istilah bahasa peneliti sendiri.

b.    Seperti halnya pendekatan sejarah, berusaha menemukan struktur yang mendasari masyarakat dan kebudayaannya dengan analisis-analisisnya yang dapat dinamakan analisis structural.

c.    Struktur masyarakat dan kebudayaan tadi kemudian dibandingkan dengan struktur masyarakat dan kebudayaan yang berbeda.

E.E.Evans Pritchard berpendapat bahwa masyarakat primitive sebenarnya juga berpikir rasional seperti halnya manusia modern. Dalam karyanya tentang suku Nuer, ia menganalisis arti konsep-konsep kunci yang terdapat dalam suku Nuer seperti Kowth yang berarti semacam hantu, berusaha menemukan motif-motif tradisi lisan mereka, serta berusaha memahami simbol-simbol dan ritus-ritus mereka. Disamping itu, ia berusaha menemukan wujud konkret agama itu. Ia ingin menemukan apa yang dinamakan agama itu, yang kenyataannya bersangkutan dengan segala yang berada di sekeliling manusia, baik secara pribadi maupun secara sosial.

3. Aliran Struktural

Tokoh pendekatan antropologi structural adalah Claude Levi Strauss (1908-1975). Obyek favoritnya adalah keluarga masyarakat sederhana, bahasa dan mite. Bahasa dan mite. Bahasa dan mite menggambarkan kaitan antara alam dengan budaya. Dalam hubungan antara alam dan budaya itulah dapat ditemukan hukum-hukum pemikiran masyarakat yang diteliti. Baginya alam mempunyai arti lain dalam pengertian biasa. Alam diartikan segala sesuatu yang diwarisi manusia oleh manusia dari manusia sebelumnyasecara biologis, artinya tidak diusahakan dan tidak diajarkan serta dipelajari. Sedangkan budaya adalah segala sesuatu yang diwarisi secara tradisi sehingga akan berisikan semua adat istiadat, keterampilan serta pengetahuan manusia primitif.






















BAB III
PENUTUP


1.    Kesimpulan

Melalui pendekatan antropologis di atas, kita melihat bahwa agama ternyata berkorelasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Dalam hubungan ini, maka jika kita inggin mengubah pandangan dan sikap etos kerja seseorang, maka dapat dilakukan dengan cara mengubah dengan pandangan keagamaannya. Dengan demikian pendekatan antropologi sangat dibutuhkan dalam nemahami ajaran agama, karena dalam ajaran agam tersebut terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan lewat bantuan ilmu antropologi dengan cabang-cabangya.

2.    Penutup

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, demi menyempurnakan tugas yang akan datang, kami butuh kritikan dan saran dari para pembaca. Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi penulis.













DAFTAR PUSTAKA


Nata Abuddin, metodologi studi islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003



Tidak ada komentar:

Posting Komentar